Beritalingga.com, Lingga – Kabupaten Lingga kini berada di ambang krisis sosial-ekonomi yang mengkhawatirkan. Minimnya lapangan kerja, gelombang pengangguran, dan angka perceraian yang melonjak tajam menjadi potret buram kegagalan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Lingga dalam menjamin kesejahteraan masyarakatnya.
Data resmi dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Lingga menyebutkan bahwa sebanyak 908 warga memilih hengkang ke luar daerah hanya dalam enam bulan pertama tahun 2025.
Artinya, rata-rata lebih dari 5 warga meninggalkan Lingga setiap harinya. Sementara hanya 433 pendatang baru yang memilih menjadi warga Lingga.
Kepala Disdukcapil Kabupaten Lingga, Recky Sarman Timur, menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan warga Kabupaten Lingga yang pindah Domisili ke luar Daerah dan warga dari Daerah luar pindah Domisili menjadi warga Kabupaten Lingga bermacam-macam.
“Pekerjaan dan pendidikan yang mendominasi warga tersebut pindah domisili. Namun demikian, kami juga tidak bisa menghentikan warga yang ingin pindah domisili,” ujar Recky saat diwawancarai pada Selasa (22/7).
Recky menyampaikan untuk daerah yang menjadi sasaran penduduk Kabupaten Lingga lebih dominan masih di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
“Namun, sebagaian juga ada yang pindah hingga ke luar Provinsi Kepulauan Riau. Ada yang wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga Papua,” ungkapnya.
Angka ini mengonfirmasi tren eksodus penduduk yang terus berulang tanpa solusi konkret dari Pemkab.
Lebih memilukan lagi, 600 lebih tenaga honorer yang dirumahkan sejak April 2025 kini hidup tanpa kejelasan nasib.
Dari jumlah itu, hanya sekitar 110 orang yang dipanggil kembali melalui skema outsourcing di Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Sisanya? Dibiarkan menggantung, sementara pemerintah seolah abai terhadap masa depan para pegawainya sendiri.
“Kami hanya ingin bekerja, menghidupi keluarga. Tapi kami malah dibuang, tanpa kepastian,” ujar salah satu eks honorer yang kini menjadi buruh serabutan.
Kini, Kabupaten Lingga bukan hanya kehilangan penduduk, tapi juga kehilangan harapan.
Jika mengacu pada data tahun sebelumnya, pada 2024 tercatat 1.900 warga pindah domisili ke luar daerah dan hanya 112 yang masuk.
Angka ini menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir, lebih dari 2.800 jiwa meninggalkan Lingga, menjadikan kabupaten ini sebagai ladang kosong janji-janji pembangunan yang tak kunjung terealisasi.
Tak hanya soal ekonomi dan migrasi, kehancuran juga merembet ke institusi keluarga.
Hakim Pengadilan Agama Dabo Singkep, Afnan Rasyidi, mengungkapkan bahwa 100 kasus perceraian terjadi hanya dalam periode Januari–Juni 2025. Penyebab dominannya? Masalah ekonomi.
“Sebagian besar perkara perceraian yang masuk karena ketidakharmonisan rumah tangga akibat tekanan ekonomi dan pengangguran,” ungkapnya diwawancarai.
Fakta-fakta ini memperjelas bahwa Lingga sedang darurat. Bukan darurat biasa, tetapi darurat yang menyentuh sendi-sendi paling dasar kehidupan masyarakat dalam hal pekerjaan, rumah tangga, dan masa depan.
Sayangnya, pemerintah daerah masih terkesan bermain aman, lebih sibuk dengan program lainnya ketimbang menyentuh akar persoalan.
Minimnya upaya membuka lapangan kerja produktif, lambannya inovasi di sektor ekonomi rakyat, hingga tak adanya terobosan dalam menyerap tenaga kerja lokal memperparah situasi.
Masyarakat kini menuntut langkah nyata, bukan sekadar pidato manis dan janji-janji proyek, termasuk penyerapan 3000 tenaga pekerja lokal dari salah satu Perusahaan besar yang digadang-gadang hingga menjemput ke negeri China.
Penulis : Yudiar Kalman