Beritalingga.com, Lingga – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, diduga menjadi tempat praktik gelap oknum pejabat lapas untuk mendulang cuan.
Kabar mengejutkan ini muncul dari pengakuan sejumlah sumber di lapangan.
Lapas kelas III Dabo Singkep yang seharusnya menjadi tempat pembinaan justru berubah menjadi awan suram bagi para narapidana (Napi).
Tidak tanggung-tanggung, dugaan praktik pungli, seks, serta judi ini turut menyeret nama Kepala Lapas Dabo Singkep, Jaka Putra.
Nama Kalapas disebut-sebut berada di pusaran praktik kotor tersebut.
Ironisnya, menurut pengungkapan salah satu sumber yang merupakan mantan Napi Lapas Kelas III Dabo Singkep ini, para narapidana dipaksa “membayar” untuk berbagai fasilitas mewah yang seharusnya tidak tersedia di dalam penjara.
“Kondisi di dalam lapas sudah rusak total. Kalapas dan ajudannya seperti punya kerajaan sendiri. Semua ada tarifnya kamar, handphone, bahkan sampai urusan biologis,” ungkap narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan, Kamis (4/9/2025).
Kamar nomor satu disebut sebagai “kamar VIP”. Tidak seperti kamar tahanan biasa yang dijejali hingga 30 orang, kamar ini hanya dihuni oleh 4-5 orang dengan tarif hingga Rp5 juta per penghuni.
Tak hanya kamar, narapidana yang ingin tetap berkomunikasi dengan dunia luar juga dikenai biaya hingga jutaan rupiah.
Untuk mendapatkan satu unit HP, tarif yang dikenakan sebesar Rp2 juta, dengan tambahan biaya Rp5 juta per bulan untuk pemakaian.
Proses distribusi dan penyimpanan dikabarkan dikendalikan langsung oleh orang kepercayaan Kalapas, guna menghindari temuan saat adanya razia gabungan dari pihak luar.
Lebih mencengangkan lagi, narasumber mengungkapkan adanya praktik “pemenuhan kebutuhan biologis” dengan tarif Rp3,5 juta per kunjungan.
Istri, pasangan, atau bahkan PSK bisa masuk ke dalam lapas dengan akses khusus dan ruangan yang telah disediakan.
“Ada kamar khusus yang disiapkan dari pagi sampai sore. Tapi sebelumnya, napi harus setor Rp3,5 juta dulu,” kata sumber tersebut.
Puncak dugaan penyimpangan terjadi saat Kalapas dituding meminta langsung “uang jalan” dari tahanan yang hendak melakukan perjalanan atau urusan luar daerah.
Tahanan yang menolak dikabarkan akan diancam dipindahkan ke Lapas lain, termasuk Lapas Batam.
“Saya pribadi pernah dimintai beberapa juta. Kalau tak kasih, saya diancam akan dikirim ke Batam,” ungkapnya.
Sumber juga menyebut setiap ada informasi akan dilakukan inspeksi mendadak (sidak), Kalapas dan timnya langsung melakukan pembersihan barang-barang ilegal.
“Begitu tahu ada sidak, semua HP dikumpulkan. Bukti disembunyikan. Jadi sidak selalu nihil,” tambahnya.
Disisi lain, aktivitas praktik judi disebut-sebut dikoordinir oleh napi yang dipercaya kepala lapas.
“Ada tempat khusus yang dijadikan lapak bermain judi bagi napi yang sanggup membayar sejumlah uang. Besarannya Rp1 juta sampai Rp1,5 juta sekali main. Semua penghuni lapas tahu soal ini,” ujar seorang mantan napi yang enggan disebutkan namanya, Rabu (3/9/2025).
Selain membayar uang muka, setiap permainan juga dikenai pungutan tambahan yang disebut “uang tong”. Dana itu kemudian diserahkan melalui orang kepercayaan kepada kepala lapas.
“Setiap permainan selalu ada uang tong, hanya uang tersebut diambil orang kepercayaan yang selanjutnya diserahkan kepada kepala lapas,” jelasnya.
Tak hanya soal judi, pungli disebut sudah menjadi beban bagi para napi sejak pertama kali ditahan di dalam lapas.
Dari pemilihan kamar hingga kebutuhan sehari-hari, semuanya harus ditebus dengan uang. Bagi napi yang mampu membayar, tersedia kamar khusus dengan fasilitas lebih layak.
Bahkan lebih menyedihkan lagi, sumber ini juga menuturkan adanya perlakuan tidak manusiawi terhadap napi.
Para napi yang dianggap melanggar dan tidak mengikuti permintaan dari oknum lapas meski dalam persoalan sepele, kerap kali dihukum berat.
“Terkadang kami dihukum dengan disiram air septiktank hingga dipukuli tanpa perasaan,” ucapnya.
Ia juga mengaku pernah dipindahkan ke lapas lain setelah menolak perintah untuk memilih salah satu caleg pada pemilu legislatif.
“Kepala lapas menginstruksikan memilih seorang caleg. Karena saya menolak, akhirnya saya dihukum dan dipindahkan,” bebernya.
Kabar mengejutkan ini sontak menggemparkan dunia luar Lapas Kelas III Dabo Singkep dan menjadi perhatian publik, terutama di wilayah Kabupaten Lingga dan Provinsi Kepulauan Riau.
Masyarakat memimta Aparat Penegak Hukum dan Kemenkumham dapat menindak tegas dugaan praktik gelap yang tengah menyelimuti Lapas Kelas III Dabo Singkep serta berharap mampu mengusut tuntas dugaan kasus yang dikabarkan terjadi.
Penulis : Yudiar Kalman