BeritaLingga.com, LINGGA – Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang menjatuhkan hukuman penjara selama 15 tahun kepada dua terdakwa, Rusmaidi alias Edi (51) dan Ronan Septian alias Ronan (22), dalam kasus pencabulan terhadap 9 orang Santriwati di Pondok Pesantren Tahfidz Quran Pemandian Air Panas, Dabo Singkep, Kabupaten Lingga.
Putusan tersebut dibacakan secara online dan dikutip dari halaman resmi Direktori Putusan Mahkamah Agung RI tentang Putusan PN Tanjungpinang Nomor 148/Pid.Sus/2024/PN Tpg Tanggal 17 Juli 2024 lalu.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Boy Syailendra, dengan anggota Refi Damayanti, Br dan Sayed Fauzan, menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja membujuk anak melakukan persetubuhan yang dilakukan pendidik secara berlanjut, sebagaimana dakwaan primair Penuntut Umum.
Atas kejahatan bejatnya ini, kedua terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Rusmaidi, pendiri pondok pesantren, dan anaknya, Ronan Septian, yang menjabat sebagai pimpinan dan pengasuh santri, terbukti melakukan pencabulan terhadap sejumlah santriwati di pondok pesantren tersebut.
Beberapa korban di antaranya masih di bawah umur, yang menambah beratnya hukuman bagi kedua terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum, M Andri Ghafary, S.H., dan Muhammad Rifaniansyah, S.H., yang menangani kasus ini, awalnya menuntut terdakwa 12 tahun penjara, namun hakim memutuskan menjatuhkan hukuman lebih berat, yaitu 15 tahun pidana penjara.
Keputusan ini memberikan pesan tegas bahwa tindakan asusila, terutama di dalam dunia pendidikan, tidak akan ditoleransi.
Kasus ini mencuat usai beberapa orang tua santriwati melaporkan ke pihak kepolisian dengan mengungkapkan bahwa anak-anak mereka menjadi korban pencabulan di pondok pesantren tersebut. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap kedua terdakwa.
Proses persidangan yang berlangsung selama beberapa bulan ini mendapatkan perhatian luas dari masyarakat, terutama karena melibatkan institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang.
Keputusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan seksual, khususnya yang menyasar anak-anak. Selain itu, putusan ini juga menjadi pengingat bagi lembaga pendidikan lainnya untuk lebih berhati-hati dalam menjaga dan melindungi anak didiknya dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan.
Dengan adanya putusan ini, para korban dan keluarganya diharapkan dapat mendapatkan keadilan dan kedamaian. Pihak pengelola pondok pesantren juga diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, termasuk meningkatkan pengawasan dan memberikan edukasi kepada para pendidik dan santri mengenai pentingnya menjaga perilaku yang sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.
Penulis : Yud
Editor : Red